PENDIDIKAN
GEREJA PADA ABAD PERTENGAHAN DI EROPA
Ada
beberapa alasan yang mendasari pihak gereja menyelenggarakan suatu lembaga
pendidikan, antara lain:
a. Karena
para anggota jemaat-jemaat pada zaman itu kebanyakan tuna aksara dan para
pemimpin yang terdidik entah imam atau awam kurang sekali jumlahnya, gereja
mengajar melalui penggunaan lambang-lambang. Demikianlah telah kita baca
tentang lambang-lambang berupa Sakramen Baptisan dan Misa khususnya, drama
agamawi, seni lukis/patung, buku naskah yang berhiasan, dan seni bangunan.
Semuanya itu cenderung mendobrak hati indrawi warga jemaat ketimbang mendorong
perkembangan pengetahuan dan pengertian mereka.
b. Membangun
atas keadaan tersebut isu pedagogis abadi mencakup ketegangan kreatif antara
pemupukan perasaan misteri agamawi dan perkembangan bagian kognitif dalam diri
para warga persekutuan Kristen. Ketegangan ini sangat peka bagi persekutuan
Protestan Indonesia yang berasal dari suku-suku yang kaya dengan simbolisme
agamawi. Di bawah pengaruh teologi Protestan yang mengutamakan pentingnya
memperoleh pengetahuan serta memahami isinya, peranan simbolisme cenderung
dikesampingkan. Namun, di dalam kehidupan iman mesti ada tempat bagi keindahan.
Pada
Abad Pertengahan gereja memgembangkan sejumlah wadah pedagogis, tempat
pelaksanaan pendidikan agama Kristen : jemaat itu sendiri, khusunya melalui
kebaktian dan sistem sakramental, sekolah katedral, universitas, kesatriaan dan
wadah pedagogis yang berlangsung dibawah naungan biara. Karena jaringan
perhubungan terbatas sekali pada zaman itu, wadah-wadah pendidikan agama
Kristen berasal dari berbagai titik geografis dan gerejawi dan bukan dari pusat
tertentu, misalnya kepausan. Sudah barang tentu, mutu pendidikan yang
dihasilkan dengan cara yang demikian tidak sama tingginya.
Keterlibatan
kita dengan pengalaman Gereja Pertengahan mungkin membuka mata terhadaa
sumbangan para pemikir sebagaimana mereka ini diwakili oleh enam orang saja.
Dengan Karel Agung kita diperkenalkan dengan seorang awam berkuasa yang haus
akan pengetahuan menjadi seorang pelajar teladan sebelum dia menyalurkan dana,
sarana dana , sarana dan gereja demi kepentingan perkembangan para warga
Kristen yang terdidik.
Raja
Alfred dari Inggris memahami pentingnya sumber tertulis dalam bahasa daerah
sebagai dasar bagi pendidikan. Dia tidak hanya memanfaatkan dana pembendaharaan
Negara demi rencana darurat menerjemahkan buku-buku latin kedalam bahasa
Inggris Kuno , dia sendiri berbuat demikian pula.
Rabanus
Maurus dari Jerman mengajukan pertanyaan pokok dibidang pendidikan agama
Kristen berupa pendidikan teologi. Apakah sudah cukup dalam pendidikan seorang
calon pendeta kalau ia dilatih menjadi “ seorang tukang liturgi dan sakramen
saja”, atau sebaliknya pendidikannya perlu mencakup vak-vak bukan
teologis-teologis yang merupakan lingkungan luas tempat tugas berteologi
berlangsung sebelum mempelajari vak vak teologis? Abelardus mendidik kita
tentang kepentingan mengajukan pertanyaan sebagai dasar memperoleh pengetahuan
dan pemahaman baru. Dalam pengalamannya, belum ada jawaban mutlak sebagaimana
nampak perbedaan pendapat di antara bapa-bapa gereja yang termulia.
Thomas
Acquino ingin menolong para peneliti memperoleh jawaban yang tidak berdasarkan
pendapat tokoh-tokoh berkuasa melainkan sebagai hasil usaha menjernihkan
pemikiran. Sementara itu diperlihatkannya metode deduktif yang nampak dalam
gaya mengajarnya. Bukan hanya itu saja. Dia menghargai juga peranan pernyataan
dalam rangka mencari kebenaran teologis.
Gerson
mengungkapkan bahwa, seorang pemimpin gereja terkemuka yang menjalankan
keyakinannya bahwa tidak ada jabatan gerejawi yang lebih tinggi daripada
mendidik anak-anak dalam iman Kristen. Berbeda dengan pendapat banyak rekan
sekerjanya, pelayanan itu memperkaya martabat jabatan pelayanan Firman dan
tidak meremehkannya.
Walaupun
para pendidik besar merasa diri berhutang pada prestasi dan pemikiran yang
dihasilkan oleh tokoh-tokoh gereja sepanjang abad, namun mereka tak terbelenggu
oleh warisan itu. Mereka rela memprakarsai pendekatan yang berbeda yang mungkin
akan turut memperkaya iman banyak warga seiman.
Pikiran
ini, terimplementasi melalui teori yang dikeluarkan oleh Thomas Aquinas (1274
masehi) seorang ahli falfasah yakni "negara wajib tunduk kepada kehendak
gereja". Thomas dapat disebut bayangan Aristoteles dalam hal cita-citanya.
Ia mendasarkan ajarannya kepada ajaran Aristoteles, yang ketika itu datang
kembali memepengaruhi dunia Eropa-barat melalui orang-orang Arab dengan
sadurannya ke dalam bahasa arab oleh Averroes (Ibnu Rusyid), seorang ahli
filsafat bangsa arab dan mahaguru di cordova dan Granada.
Thomas
memeperterjemahkan karangan-karangan Aristoteles yang asli dengan diberi dasar
nasrani. Ia merupakan tokoh terpenting dari aliran scholastic, yang menguasai
abad ke-13 dan yang membawa kebudayaan nasrani kepuncak perkembangan. Aliran
scholastic, artinya ajaran sekolah, membuktikan dengan dasar-dasar filsafah,
bahwa tidak ada pertentangan antara kepercayaan dan akal.
Gerejalah
yang kini menguasai pendidikan dengan tujuan mendapat kebahagiaan di alam baka.
Kehidupan duniawi hanyalah sebagai landasan bagi hidup di alambaka. Apabila di
masa yunani (lebih-lebih di Sparta) dan romawi orang tunduk kepada Negara maka
kini tunduk pada gereja.
Kemudian
pemikir lain yang mempengaruhi gereja dalam pendominasiaan pendidikan pada abad
pertengahan adalah St.Augustinus yang jauh sebelum Thomas Aquino yaitu pada
tahun 430 masehi. Agustinus, seorang ahli didik nasrani, dilahirkan di Tagaste,
Afrika tahun 354. Ayahnya yaitu patricius, adalah seorang kafir (orang yang
bukan beragama nasrani), sedangkan ibunya bernama Monica adalah seorang
nasrani. Agustinus belajar pada sekolah rhetor, yang didirikan oleh orang-orang
kafir di Kartago, Roma dan Milan. Pada umur 33 tahun dia beralih menjadi
pemeluk agama nasrani. Tujuh tahun kemudian ia menjadi uskup di Hippo.
Ajaran
Agustinus berupa panduan antara ajaran plato dengan ajaran nasrani. Seperti
juga plato, agustinus mencita-citakan manusia berbudi. Iamenyatakan bahwa
kebajikan berupa cinta yang mutlak kepada Tuhan akan tetapi plato mengajarkan
bahwa kebajikan timbul dalam penguasaan akal terhadap kehendak-kehendak
manusia.
Buku-bukunya
yang terpenting, yang banyak artinya bagi pendidikan, adalah :
1. Confessiones
(pengakuan)
Confessiones memuat riwayat hidupnya sampai tahun
400. Tertera di dalamnya pengetahuan tentang jiwa, diantaranya uraian tentang
daya ingatan, dan tentang ilmu mendidik. Dengan buku ini ia telah meletakan dasar
bagi ilmu jiwa anak.
2. Catechizandis
rudibus (tentang pengajaran agama kepada yang belum memahaminya).
Dalam Catechizandis rudibus ia memberikan uraian
selayang pandang mengenai ilmu jiwa pendidikan. Agustinus menganjurkan agar
dalam mengajar terdapat kegembiraan, pilihan bahan yang baik, dan cinta
terhadap anak, yang timbul dari cinta terhadap tuhan.
kemudian Dante Alighieri (1265-1321)
berpendapat kedua-dua kuasa itu hendaklah masing-masing berdiri sendiri,dan
mestilah bekerjasama untuk mewujudkan kebajikan bagi manusia. Dalam paradigma
abad pertengahan, dua wilayah agama dan dunia terpisah total satu dengan yang
lain sehingga tidak ada peluang bagi ekspansi satu terhadap yang lain atau pembauran
antar keduanya. Seorang manusia kalau tidak „melangit‟ haruslah„membumi‟, atau
kalau tidak meyakini kekuasaan alam gaib terhadap segala urusan hidupnya, maka
dia harus memutuskan hubungan secara total dengan Tuhan dan roh-rohkudus, dan
jika dia menghargai jasmani dan urusan materinya maka dia bukan lagiseorang
rohaniwan dan berarti telah memutuskan hubungan dengan Tuhan. Kata Augustine
“siapapun yang mahir dalam kesenian, perang, dan filsafat adalah orang yang
bejat dan sesat, karena dia berasal dari kota setan dimana kebahagiaannya tak
lebih dari sekadar topeng yang menipu, dan keindahannya hanya merupakan wajah
alam kubur”.Kota inilah yang tidak diterima oleh Tuhan dan fitrah manusia.
Karena orang yangsombong dan angkuh adalah merupakan kepekatan hari dan orang
yang memilikipengetahuan tentang segala yang harus diketahui oleh orang-orang
terpuji. Dan ketikamelihat kota setan ini tenggelam ke dalam kesesatan dan
kesombongannya, maka semuasudut kegelapannya akan terlihat.
Konsep
diatas, dipertegas oleh Fritjof Capra yakni : “Para ilmuwan pada Abat
Pertengahan, yang mencari-cari tujuan dasar yang mendasari berbagai
fenomena,menganggap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan Tuhan, roh
manusia, danetika, sebagai pertanyaan-pertanyaan yang memiliki signifikansi
tinggi, jadi ilmu didasarkan atas penalaran keimanan”.
Dengan
demikian, kerangka berpikir yang dominan pada abad pertengahan dan tekanan kuat
para elit gereja yang menganggap dirinya pengawas tatanan yang menguasai
duniadan telah menginterogasi ideologi para ilmuan dan menyeret mereka ke
pengadilan serta menganggap kegiatan ilmiah sebagai campur tangan setan,
kemudian faktor-faktor lain yang berada di luar pembahasan ini telah menjadi
latar belakang munculnya Renaisansyang telah melahirkan teriakan protes
terhadap kondisi yang dominan pada abadpertengahan.
Beberapa
bapa gereja tersebut adalah Uskup Eusebius, St Ambrosius, St Jeremius danSt
Agustinus. Karya Eusebius yang paling terkenal adalah sejarah gereja yang
menjadiacuan bagi karya-karya sejarah perkembangannya gereja oleh generasi
selanjutnya. StAmbrosius yang dikenal sebagai Uskup Milan memperkenalkan hymne
liturgi ke gereja.St Jeremies menciptakan karya yang sangat penting bagi
gereja. Karya tersebut adalahterjemahan kitab perjanjian lama dan baru ke
bahasa Latin. St Agustinus adalah penulisdan pemikir terbesar di kalangan
gereja Kristen di Eropa. Karya tersebut diantarannyaadalah
Confessions(pengakuan-pengakuan), De Civitas dei, atau the city of God
(kotaTuhan). Dengan perkembangan itulah agama Kristen berkembang dengan pesat
didataran Eropa.
Sekolah-sekolah
pertama yang didirikan :
1. Sekolah
Catechumeen (pendengar), mula-mula untuk orang dewasa yang menjadi pemeluk
nasrani. Kelak, juga untuk anak-anak. Sangat berkembang pada abad ke 3.
2. Sekolah
episcopal, untuk pembinaan paderi.
Anak-anak
yang cakap mendapat dididkan di tempat kediaman uskup-uskup. Disamping theology
diajarkan ilmu pengetahuan keduniawiyahan.
3. Sekolah
catecheet (theoloog)
Ada
beberapa fungsi sekolah ini, antara lain:
a. Tempat
mendidik theology
b. Untuk
memperluas pengetahuan. Disana diajarkan susastraan yunani, sejarah, ilmu ukur,
ilmu alam, ilmu bintang, dialectica.
4. Sekolah-sekolah
kafir
Pada masa permulaan, disamping ketiga sekolah
tersebut di atas, ada sekolah yang dinamakan sekolah-sekolah kafir. Karena
sekolah-sekolah nasrani masih sedikit sekali, banyak dari orang-orang nasrani
yang terpaksa masuk sekolah ini. Yang diajarkan di sekolah-sekolah rhetor di
roma, disamping 7 seni bebas, juga pengetahuan hukum dan filsafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar